Oleh: Asri Tadda
(Waketum KoReAn/Sekjen DPP Mileanies)
Pemekaran daerah atau yang lebih dikenal sebagai pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) adalah salah satu kebijakan yang lahir setelah era reformasi. Ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan layanan pemerintahan kepada masyarakat serta untuk mendorong tumbuhnya kemandirian daerah.
Hanya saja, setelah diimplementasikan selama beberapa waktu, terlihat bahwa tidak semua DOB mampu berdiri secara mandiri terutama jika berkaitan dengan soal fiskal.
Tidak sedikit daerah, baik level Kabupaten/Kota maupun Provinsi yang setelah beberapa tahun dimekarkan, justru tak kunjung lepas dari ketergantungan atas subsidi dari pemerintah pusat.
Dari sinilah, kebijakan moratorium pemekaran daerah akhirnya diinisiasi pemerintahan SBY pada tahun 2006 dan terus berlanjut hingga saat ini, dengan mengecualikan DOB di wilayah Papua karena alasan khusus yang baru-baru ini dimekarkan.
Secara detail, setidaknya terdapat lima alasan mengapa kebijakan moratorium DOB diberlakukan. Pertama adalah pemekaran yang terlalu cepat dianggap mengancam integrasi NKRI. Kedua, pemekaran harus melalui mekanisme sebelum diluluskan.
Ketiga, kebijakan pemekaran daerah menimbulkan beban bagi keuangan pemerintah pusat dalam hal pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Keempat, DOB belum melaksanakan pemerintahan dan pembangunan secara optimal, sehingga pelayanan publik tidak bisa diberikan dengan baik.
Kelima, adanya alternatif jangkauan program pemerintahan dan pembangunan yang sudah melalui peningkatan anggaran untuk program pembangunan ke daerah-daerah tertinggal.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hingga September 2022, terdapat 329 usulan daerah otonom baru (DOB). Usulan itu terdiri dari 55 provinsi, 247 kabupaten, dan 37 kota. Usulan itu datang dari sejumlah daerah di 34 dari 37 provinsi yang ada di Indonesia.
Tingginya permintaan pembentukan DOB memang seharusnya menjadi perhatian tersendiri.
Desakan untuk mencabut moratorium selama era Presiden Jokowi terus menguat, tetapi nampaknya tak kunjung berhasil. Sementara usia pemerintahan tidak lama lagi berakhir melalui Pemilu 2024 yang sudah semakin dekat.
Karena itulah, menjadi wajar memaklumi harapan-harapan pembentukan DOB lantas disematkan kepada siapapun yang berpotensi bakal menjadi pengganti Jokowi sebagai Presiden Indonesia yang baru.
Rakernas Apeksi
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) yang digelar di Kota Makassar, 10-14 Juli lalu berhasil menghentak perhatian publik nasional.
Betapa tidak. Pada hari terakhir penutupan Rakernas, APEKSI berhasil mendatangkan tiga figur yang digadang-gadang bakal menjadi Bakal Calon Presiden (Bacapres) pada Pemilu 2024 nanti, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Menhankam Prabowo Subianto.
Jadilah forum tersebut seolah menjadi panggung kampanye dini bagi para Bacapres. Mereka beradu konsep dan gagasan bagaimana masa depan Indonesia dan tantangan pembangunan kota di masa depan.
Pada forum tersebut, baik Ganjar maupun Prabowo, sepertinya tidak menyinggung soal kebijakan pemekaran daerah. Mungkin karena tidak ada peserta yang bertanya mengenai hal tersebut. Tetapi melihat mereka sebagai bagian dari rezim yang tengah berkuasa saat ini, saya menduga gagasan mereka juga tidak akan jauh berbeda.
Terutama bagi Prabowo. Secara tegas ia berkata akan meneruskan kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi yang dianggapnya sudah cukup bagus hingga saat ini. Termasuk mungkin adalah, moratorium DOB.
Lain halnya dengan Anies Baswedan yang menjelaskan bagaimana ia akan menangani permintaan pemekaran DOB, sebagaimana ditanyakan oleh seorang Walikota di dalam forum tersebut.
DOB versi Anies
Dalam perspektif Anies Baswedan, pemekaran daerah saat ini merupakan sebuah kebutuhan tersendiri dan tidak dapat dihindari. Karena kitu perlu dikaji secara teknoratis apakah sebuah daerah memang layak dimekarkan atau tidak.
Pemekaran daerah, kata Anies, adalah salah satu jalan untuk mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada warga negara sehingga dalam konsep yang lebih luas, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati pembangunan.
Berulang kali Anies juga menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah tidak boleh diberlakukan secara simetris. Terdapat perbedaan karakteristik dan kekhasan di setiap daerah sehingga perlu dikaji dengan baik sebelum sebuah kebijakan diimplementasikan.
Termasuk dalam hal ini adalah kebijakan moratorium DOB. Kata Anies, daerah-daerah yang secara ril butuh dimekarkan karena telah memenuhi persyaratan, seharusnya segera bisa dimekarkan.
Pertimbangan pemekaran menurut mantan Mendiknas itu, tidak boleh dominan karena soal balas dendam politik dari kubu yang dikalahkan, tetapi karena pertimbangan kebutuhan kewilayahan.
Secara umum, Anies mengusung empat langkah penting yang ditawarkannya kepada seluruh peserta yang hadir di Rakernas APEKSI XVI tersebut, jika kelak dirinya menjadi Presiden Indonesia.
Pertama, bersama-sama menentukan program dan kebijakan mana yang harus tetap dilanjutkan dari yang telah dilakukan oleh pemerintahan saat ini.
Kedua, secara fair mengidentifikasi program dan kebijakan mana yang harus dievaluasi dan dikoreksi.
Ketiga adalah, memutuskan program dan kebijakan mana yang harus dihentikan sama sekali.
Dan keempat, program dan kebijakan baru apa yang bisa dirumuskan di masa depan.
Keempat langkah penting ini ditawarkan oleh Anies Baswedan untuk dilakukan secara bersama-sama dengan seluruh stakeholder yang ada, sehingga semua pihak dapat ikut berpartisipasi dan berkontribusi untuk membangun bangsa.
Berkaca dari keempat poin di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa kebijakan moratorium DOB sepertinya termasuk pada poin kedua, yakni kebijakan yang akan dievaluasi.
Kebijakan pembentukan DOB bertumpu pada alasan teknokratis sebagaimana ditegaskan Anies berulang kali. Jika secara teknoratis sebuah daerah memang dianggap layak menjadi daerah otonom baru, maka hal itu tentu akan diwujudkan.
Penjelasan Anies soal DOB pada momentum Rakernas APEKSI XVI ini tentu menjadi angin segar bagi daerah-daerah yang selama ini berjuang menjadi DOB namun tak kunjung berhasil karena alasan moratorium.
Pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa semua mimpi dan harapan itu hanya bisa terwujud jika Anies Baswedan berhasil terpilih sebagai Presiden Indonesia pada Pemilu 2024 mendatang.
Nah, apa yang bisa kita lakukan saat ini? **